biar...

Ah, betapa menyenangkannya berbincang lagi denganmu, setelah kita berdua terdiam bertahun lamanya. 9 tahun kita berdua tercekat, kelu. Perbincangan hangat yang aku rindu sekian lama. Kali ini, kita berbincang tanpa melibatkan hati dan emosi. Kita berbicara layaknya orang dewasa sebagaimana mestinya, bukan lagi bagai dua remaja yang diburu asmara. Kita berbicara seperti dua orang teman lama, yang terpisah seolah tak pernah terpaut oleh rasa. Perbincangan ringan, hal-hal sehari-hari kita, bagaimana hari-hari itu kita jalani setelah perpisahan kita. Dan lucunya, hal-hal itu diungkapkan tanpa membiarkan rasa kita hanyut didalamnya. Kita bercanda, tertawa lepas, seperti kita tak pernah merasakan pahitnya cinta karena perpisahan. Betapa berbedanya kita sekarang, bukan begitu, sayang? Kamu masih tetap lucu seperti dulu, masih juga menggemaskan. Aduh, aku jadi merasa bodoh, melepaskanmu hanya karena terpisah oleh jarak, bodoh. Tapi sudahlah, toh sudah terjadi juga. Anehnya lagi, kita berbincang tentang kita dulu, tentang kisah kita, cinta kita, benci kita, suka kita dan duka kita, tapi pada saat bersamaan kita berdua sadar, sesadar-sadarnya, untuk mengubur dan tak mengungkapkan hal-hal yang akan memancing atmosfer yang membuat kita canggung. Apakah kita sudah benar-benar dewasa sayang? Aku tak bisa menebak bagaimana suasana hatimu. Tapi apabila aku boleh jujur, ada penyesalan di hatiku, secuil, tapi melukakan. Tak apalah. Biar aku pendam saja rasa ini. Biar. Agar kita tetap berbincang sehangat ini. Agar kita tetap bisa tertawa bahagia ditingkahi canda, ah... senyummu itu, lagi-lagi menghanyutkan aku. Dan adalah hal sederhana seperti itu yang mungkin dulu tak sempat kita rasakan. Mungkin dengan obrolan ini, aku bisa merasa nyaman dekatmu lagi, meski aku tahu, tak mungkin untuk bersamamu. Tapi biarlah toh aku bahagia...

No comments:

Post a Comment