di 30 menit terindah setiap pagi...

Aku bahkan belum sempat bertanya dan melakukan pembenaran akan mimpiku tentangmu, serta pencarian dirimu, tapi aku ingin sesegera mungkin mengakhiri kisah hati ini. Mungkin, mungkin saja ini penghabisan dari semua rasa sukaku ke kamu. Perhentian akan segala cerita tentang kamu, yang, kamu boleh percaya atau tidak, telah mewarnai pagi hariku, membuatku selalu bersemangat menatap siangku hingga senjaku, selama hampir 100 hari. Mungkin juga, ini kisah terakhir tentang kamu yang kutumpahkan dengan segenap rasa di blog ini. Mungkin saja, karena masih banyak cinta, yang ternyata harus kusimpan, dan nantinya niscaya akan kubagikan bagi mereka yang dahaga. Ternyata, setelah kutahu kamu, siapa kamu, aku terlanjur kecewa. Kamu tidak seperti bayanganku, kamu bukan yang aku harapkan. Aku mungkin pengharapanku akanmu yang terlalu membumbung tinggi. You belong to somebody else, you live in a high life, you just too far to reach, you drive in a speed of light. You are just not me at all. Aku letakkan semua pertaruhanku akan kamu, sayangnya, aku kalah. You are just not me. Kalian, mereka, bahkan diriku boleh meneriakiku sebagai pengecut. Ya, aku memang seorang pengecut. Pendamba yang hilang asa. Segala sukaku kepadamu menguap tanpa sisa. Hilang kabur jejaknya tanpa bekas rupa. Entah seharusnya rasa ini milik siapa dan dimana. Aku mundur mengejarmu, terlalu banyak alasan untuk itu. We life a different pace. Aku hanya merasa tak mungkin bagiku untuk bersamamu bahkan memilikimu. Dia yang bersamamu yang memilikimu, atau dia yang lain yang turut mengejarmu juga di gerbong ini. Aku mundur karena ketidak percayaanku. Aku mundur karena aku memang pengecut yang lemah hati. Dia dan dia mungkin lebih layak dibandingkan aku yang tidak setara denganmu. Aku kalah, tapi biarlah, ini juga bukan yang pertama kali. Aku pecundah, tapi tak apa, toh aku tak pernah memenangkan apapun. Aku mundur dari pertempuran hati ini, karena aku merasa basi. Kemenanganpun terasa percuma, aku sudah merasa kalah. Tak perlu beranggapan aku kalah dari dia yang memiliki dan mencintaimu. Aku bahkan kalah dari dia yang mengejarmu juga setiap pagi. Dia terlihat lebih peduli, care, dan sayang kepadamu, dibandingkan aku.

Akhirnya inilah penutup akan 30 menit terindah setiap pagi. Inilah akhirannya, tanpa kemungkinan akan imbuhan lagi. Aku sudah patah arang, sebentar lagi juga baranya akan mati. Dan nantinya, apabila saja, kamu baca tulisan ini, aku hanya ingin kamu tahu, bahwasanya di setiap 30 menit perjalananmu di kereta Sudirman Ekspres setiap pagi, ada lelaki yang dengan sabar menantimu di gerbong ini, menunggumu di pintu kereta ini, mendambamu kala kamu tersembunyi di balik keramaian, dan bahkan menyukaimu, sangat sangat menyukaimu. Ini pula akan jadi 30 menit terindah setiap pagi yang akan aku kubur dengan segala perih, pedih dan sedih. Dan mudah-mudahan saja kamu tahu itu, Nuy...

di tengah keramaian manusia-manusia urban ini...

Aku sekarang tahu namamu, aku tahu kamu sekolah dimana, kuliah dimana, kapan kamu ulang tahun, apa hobi kamu, semuanya, nyaris semua aku sudah tahu. Aku cari kamu di facebook. Ya, aku cari kamu berdasarkan ingatanku akan namamu yang kamu sebutkan di mimpiku. Dan aku temukan kamu, kulihat fotomu, tapi sayangnya aku belum sepenuhnya yakin itu kamu. Aku tetap harus bertanya langsung ke kamu. Aku tebalkan segala keyakinanku untuk bertanya padamu, berharap akan sebuah pembenaran akan apa yang aku dengar dan aku rasa dalam mimpi. Sebuah pembenaran akan apa yang kucari di facebook. Sebuah pembenaran tentang kamu. Lalu pagi ini kugantungkan semua harapan keyakinanku itu di langit-langit gerbong kereta yang berdebu. Kupahat semua raut percayaku di jendela kereta yang rapuh dan hampir pecah ini. Kujilat semua angan indah tentangmu. Saat kamu tampakkan wajahmu di Pondok Ranji, di pintu gerbong kereta ini, lalu kamu langkahkan kakimu, mencari tempat yang tersedia untuk berdiri. Dan hanya satu tempat tersisa, tepat di sampingku. Lalu kamupun berdiri disana. Hatiku bergejolak saat itu, saat aku ingin mempertanyakan keyakinanku. Kuulur waktu, karena canggungku yang tak kunjung pergi. Yang telah kuusir dengan jutaan cara dan makian sehingga bisa ular pun tak mematikan. Kuulur waktu sampai tanpa sadar, kereta ini telah tiba di Sudirman. Saat pintu keluar terbuka, kamu segera berlari-lari kecil ke atas. Dan, ah! Anjrit...! Percuma kukejar kamu, orang-orang ini terlalu padat berdesakan. Dan akhirnya kamupun hilang di tengah keramaian manusia-manusia urban ini. Aku hanya bisa menyesali dan menyumpah serapah dalam hati. Penyesalanku karena menjadi pengecut. Penyesalanku menjadi pecundang. Penyesalanku menjadi orang bodoh. Bodoh! Bodoh...!